Pantai
Ngobaran mengingatkan kita pada pantai yang terkenal di Bali, yaitu
Pantai Uluwatu. Sama-sama terletak di selatan pulau dan memiliki Pura di atas tebingnya. Pemandangan yang langka sekali untuk ditemukan di luar Pulau Bali.
Nama
Ngobaran sendiri berasal dari sejarah Prabu Brawijaya V yang merupakan
raja terakhir Kerajaan Majapahit. Pada saat itu Kerajaan Islam
berkembang pesat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di pesisir
utara pulau Jawa. Salah satu putra raja Brawijaya V, yakni Raden Patah
adalah penguasa kerajaan Demak I, kerajaan yang berada di pesisir utara.
Perkembangan agama Islam di pulau Jawa amat pesat, hingga sampai
menyentuh pusat kerajaan Majapahit dan kemudian kerajaan Majapahit tidak
dapat dipertahankan lagi. Raja Brawijaya V bersama salah satu putranya
yakni Bondan Kejawan meninggalkan kerajaaan Majapahit, berjalan ke arah
barat dan sampai di suatu tempat yang amat damai (sekarang bernama
pantai Ngobaran), disitulah Raja Brawijaya V berserta putranya tinggal.
Untuk menghindari perang dengan putranya sendiri yaitu Raden Patah,
Prabu melakukan upacara muksa dengan cara membakar diri. Kobaran api
dari upacara muksa itulah yang menjadikan nama pantai ini Ngobaran.
Pantai Ngobaran yang terletak di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul
mampu memberikan pemandangan alam yang eksotis. Ketika kita sampai
disana kita akan disambut suara ombak yang menerjang tebing-tebingnya
yang tinggi. Apabila air surut, kita akan dapat menyaksikan hamparan
rumput laut berwarna hijau atau cokelat seperti hamparan sawah di laut.
Ditambah lagi dengan jenis fauna lautnya seperti landak laut, bintang
laut dan berbagai jenis kerang yang membuat suasana makin hidup.
Tidak
sampai disitu saja, kita juga akan terkagum dengan keunikan budaya yang
dimiliki. Tiga kepercayaan atau keyakinan dapat berdampingan dengan
damai satu sama lain. Kita dapat melihat itu dari bangunan yang ada.
Terdapat sebuah pura, joglo dan masjid yang letaknya berdekatan. Pura
tempat beribadah agama Hindu, disana terdapat lengkap patung-patung dewa
berwarna putih. Kemudian ada rumah joglo yang merupakan tempat ibadah
penganut kejawan dan yang terakhir ada masjid tempat untuk menunaikan
shalat bagi mereka yang muslim. Yang unik dari masjid ini adalah
bangunannya yang menghadap ke selatan. Tetapi kita tidak perlu bingung
untuk arah kiblatnya, karena sudah ada petunjuknya.
Sore
harinya saat laut belum pasang, kita akan melihat banyak penduduk
sekitar akan turun ke pantai untuk mencari landak laut. Landak laut oleh
penduduk biasanya diambil dagingnya kemudian dimasak dan dijadikan
santap malam bersama keluarga. Daging landak laut sangat khas dan
memiliki tekstur yang kenyal. Selain mencari landak laut, penduduk
sekitar ternyata juga sering memanen rumput laut pada pagi hari sesaat
setelah matahari terbit. Kali ini bukan untuk dimakan sendiri, melainkan
dijual kembali kepada tengkulak. Tetapi jika kita ingin ikut merasakan
nikmatnya daging landak laut atau keasyikan saat memanen rumput laut,
bisa saja kita meminta tolong kepada penduduk. Mereka akan dengan senang
hati membantu kita.
Specifications
- Tiket Masuk: Rp. 3.000/ orang
- Alamat Lokasi: Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta