Robert Budi Hartono atau sering disingkat R. Budi Hartono
sebenarnya memiliki nama asli Oei Hwie Tjhong. Robert adalah keturunan
Tionghoa yang lahir di Kudus, Jawa Tengah pada tahun 1941 sebagai anak
kedua dari Pendiri Djarum, Oei Wie Gwan. Michael Bambang Hartono adalah
kakaknya yang memiliki nama asli Oei Hwie Siang.
R. Budi Hartono
menikahi seorang wanita bernama Widowati Hartono atau lebih akrab
dengan nama Giok Hartono. Bersamanya, Pemilik PT Djarum ini memiliki
tiga orang putra yang kesemuanya telah menyelesaikan pendidikan. Mereka
adalah Victor Hartono, Martin Hartono, dan Armand Hartono.
Sebagai salah satu orang terkaya Indonesia, tentunya Anda bertanya-tanya darimana kekayaan yang dimiliki Robert Budi Hartono. Mari kita mulai dari titik awal Bos Djarum ini merintis karir.
Berawal Dari Djarum
PT. Djarum adalah
sebuah perusahaan rokok di Indonesia yang bermarkas di Kudus, Jawa
Tengah. Djarum merupakan salah satu dari tiga perusahaan rokok terbesar
di Indonesia (dua lainnya adalah Gudang Garam dan HM Sampoerna).
Djarum
sendiri adalah perusahaan yang berdiri pada saat Indonesia telah
merdeka pada tahun 1951 (tepatnya 21 April 1951). Pendiri Djarum adalah
Oei Wie Gwan. Lambang jarum yang digunakan oleh perusahaan ini adalah
jarum grama phone. Pada tahun 1983 Djarum menjadi perseroaan terbatas, PT Djarum.
Berawal dari Mr.
Oei Wie Gwan membeli usaha kecil dalam bidang kretek bernama Djarum
Gramophon pada tahun 1951 mengubah namanya menjadi Djarum. Oei mulai
memasarkan kretek dengan merek “Djarum” yang ternyata sukses di pasaran.
Setelah kebakaran hampir memusnahkan perusahaan pada tahun 1963 (Oei
meninggal tak lama kemudian), Djarum kembali bangkit dan
memodernisasikan peralatan di pabriknya. Pada tahun 1972 Djarum mulai
mengeskpor produk rokoknya ke luar negeri. Tiga tahun kemudian Djarum
memasarkan Djarum Filter, merek pertamanya yang diproduksi menggunakan
mesin, diikuti merek Djarum Super yang diperkenalkan pada tahun 1981.
Bersama kakaknya
Michael Hartono, Robert di usianya yang ke 22 tahun menerima warisan
salah satu perusahaan rokok ternama saat ini, Djarum. Perusahaan Djarum
sebelumnya merupakan usaha kecil yang bernama Djarum Gramophon yang
kemudian dibeli oleh ayah Robert pada tahun 1951 dan mengubah namanya
menjadi Djarum. Robert dan kakaknya menerima warisan ini setelah ayahnya
meninggal. Pada saat itu pabrik perusahaan Djarum baru saja terbakar
dan mengalami kondisi yang tidak stabil. Namun kemudian di tangan dua
bersaudara Hartono bisa bertumbuh menjadi perusahaan raksasa.
Saat ini, Di
Amerika Serikat pun perusahaan rokok ini memilki pangsa pasar yang
besar. Dan di negeri asalnya sendiri, Indonesia, produksi Djarum
mencapai 48 milyar batang pertahun atau 20% dari total produksi
nasional. Seiring dengan pertumbuhannya, perusahaan rokok ini menjelma
dari perusahaan rokok menjadi Group Bisnis yang berinvestasi di berbagai
sektor.
R. Budi Hartono
dengan Group Djarum yang dipimpinnya pun melebarkan sayap ke banyak
sektor antara lain perbankan, properti, agrobisnis, elektronik dan
multimedia. Diversifikasi bisnis dan investasi yang dilakukan Group
Djarum ini memperkokoh Imperium Bisnisnya yang berawal di tahun 1951.
Pada
tahun 2007, R. Budi Hartono bersama kakaknya, Michael Hartono di bawah
bendera Group Djarum melebarkan investasi ke bidang perbankan. Dan
menjadi pemegang saham utama, mengendalikan 51% saham, PT Bank Central
Asia Tbk (BCA) yang merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia saat
ini. Berdasarkan data Bank Indonesia pada Desember 2011 nilai aset BCA
sebesar Rp 380,927 Triliun (tiga ratus delapan puluh koma sembilan ratus
dua puluh tujuh rupiah).
Perusahaan pertama dari luar negeri yang memproduksi rokok ini adalah Nederland Indie Trade Bureau pada tahun 1908.
Djarum sendiri
adalah perusahaan yang berdiri pada saat Indonesia telah merdeka pada
tahun 1951 (tepatnya 21 April 1951). Pendiri Djarum adalah Oei Wie Gwan.
Lambang jarum yang digunakan oleh perusahaan ini adalah jarum grama
phone. Pada tahun 1983 Djarum menjadi perseroaan terbatas, PT Djarum.
Sebut saja beliau
Robert Budi Hartono yang bernama asli Oei Hwie Tjhong, lahir di Kudus
Jawa Tengah tahun 1941 adalah pemilik perusahaan Djarum saat ini. Di
indonesia pak Robert Budi Hartono dinyatakan orang terkaya nomer 1 di
Indonesia selain di itu pada majalah forbes yang merupakan majalah
internasional pak Robert Budi Hartono merupakan salah satu dari kategori
orang terkaya di dunia beliau adalah anak ke dua dari Oei Wie Gwan
(meninggal pada tahun 1963) yang merupakan pendiri djarum. Selain pak
Robert Budi Hartono, Michael Bambang Hartono alias Oei Hwie Siang kakak
dari pak Robert Budi Hartono adalah pemilik perusahaan djarum ini.
Beliau berdua yang telah sukses menembus pasar dunia yang sukses
Menembus pangsa pasar Amerika.
BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV.
Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi di tahun 1997.
Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem perbankan di Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini mempengaruhi aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu beramai-ramai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA di tahun 1998.
Berkat kebijaksanaan bisnis dan pengambilan keputusan yang arif, BCA berhasil pulih kembali dalam tahun yang sama. Di bulan Desember 1998, dana pihak ke tiga telah kembali ke tingkat sebelum krisis. Aset BCA mencapai Rp 67.93 triliun, padahal di bulan Desember 1997 hanya Rp 53.36 triliun. Kepercayaan masyarakat pada BCA telah sepenuhnya pulih, dan BCA diserahkan oleh BPPN ke Bank Indonesia di tahun 2000.
Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan menjadi perusahaan public. Penawaran Saham Perdana berlangsung di tahun 2000, dengan menjual saham sebesar 22,55% yang berasal dari divestasi BPPN. Setelah Penawaran Saham Perdana itu, BPPN masih menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. Penawaran saham ke dua dilaksanakan di bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi dari saham miliknya di BCA.
Dalam tahun 2002, IBRA melepas 51% dari sahamnya di BCA melalui tender penempatan privat yang strategis. Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di Mauritius, memenangkan tender tersebut. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga intermediasi finansial.
Sektor Properti
Di sektor ini,
banyak proyek yang dijalankan di bawah kendali CEO Djarum ini, R. Budi
Hartono, dan yang paling besar adalah mega proyek Grand Indonesia yang
ditantangani pada tahun 2004 dan selesai pada tahun 2008. Proyek ini
mencakup hotel (renovasi dari Hotel Indonesia), pusat belanja, gedung
perkantoran 57 lantai dan apartemen. Total nilai investasinya 1,3
Triliun rupiah.
Sektor Agribisnis
Di sektor
Agribisnis, Robert bersama Michael memiliki perkebunan sawit seluas
65.000 hektar yang terletak di provinsi Kalimantan Barat dari tahun
2008. Mereka bergerak di bawah payung Hartono Plantations Indonesia,
salah satu bagian dari Group Djarum.
Sektor Elektronik dan Multimedia
Salah
satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera
Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Perusahaan Polytron
ini kini juga memproduksi ponsel yang sebelumnya hanya meproduksi AC,
kulkas, produk video dan audio, dan dispenser.
Sektor Lainnya
Salah satu sektor
bisnis yang baru mulai berkembang di Indonesia adalah bisnis online.
Group Djarum pun tertarik untuk “menikmatinya” lewat perusahaannya
Global Digital Prima Venture.
Bukti Eksistensi Group Djarum
Gedung pencakar
langit di kompleks mega proyek Grand Indonesia diberi nama Menara BCA.
Karena bank BCA menjadi penyewa utamanya dari tahun 2007 hingga 2035.
Dengan demikian tergabunglah lingkungan operasional dua raksasa bisnis
Indonesia di tengah-tengah pusat ibukota yang menjadi bukti keberkuasaan
Djarum di kancah bisnis Indonesia.