Microsoft saat ini dinakhodai CEO Steve Ballmer. Bos berkepala pelontos
ini diterpa isu miring lantaran dianggap memimpin Microsoft seperti
diktator bertangan besi dan sebisa mungkin menyingkirkan sosok yang
berpotensi menggantikannya.
Hal itu diceritakan oleh Joachim Kempin, mantan eksekutif senior yang bekerja di Microsoft dari tahun 1983 sampai 2002. Joachim menilai Ballmer bukan sosok yang tepat memimpin Microsoft.
"Bagi Microsoft, untuk benar-benar dapat kembali bertarung secara serius, diperlukan perubahan besar dalam manajemen," kata Joachim dikutip dari Reuters, Selasa (22/1/2013).
Joachim menulis buku tentang masa-masanya bekerja di Microsoft. Buku berjudul "Resolve and Fortitude: Microsoft's 'secret power broker' breaks his silence" itu akan segera diterbitkan.
Menurut Joachim, Ballmer secara sistematis sengaja mematikan potensi para eksekutif yang punya potensi untuk menggantikannya. Sehingga kekuasaanya sebagai CEO tetap langgeng dari tahun 2000.
Joachim mencontohkan kasus Richard Belluzo yang termasuk tokoh penting di balik konsol game Xbox. Dia sempat menjadi Chief Operating Officer, namun meninggalkan Microsoft tidak lama kemudian.
"Jika Anda bekerja langsung dengan Ballmer dan Ballmer yakin pria ini suatu hari akan menggantikannya, Anda seperti tidak bisa bernafas," katanya mengibaratkan.
Beberapa eksekutif penting yang dinilai sebagai pengganti potensial Ballmer memang pergi. Seperti Steven Sinofsky, bos Windows, yang lengser akhir tahun lalu.
Sebelumnya ada Windows Online Head, Kevin Johnson, yang memilih berlabuh ke Juniper Networks. Ada juga Stephen Elop yang kini memimpin Nokia.
Joachim menilai sudah saatnya Ballmer diganti oleh sosok yang lebih muda. Sebab Microsoft tertinggal di industri perangkat mobile.
"Mereka kehilangan semua kesempatan yang sebenarnya sudah dibicarakan saat saya masih di sana. Tablet, ponsel, tidak ada yang dieksekusi dengan tepat," katanya. Ingin tahu lebih jauh tentang Steve Ballmer?
Hal itu diceritakan oleh Joachim Kempin, mantan eksekutif senior yang bekerja di Microsoft dari tahun 1983 sampai 2002. Joachim menilai Ballmer bukan sosok yang tepat memimpin Microsoft.
"Bagi Microsoft, untuk benar-benar dapat kembali bertarung secara serius, diperlukan perubahan besar dalam manajemen," kata Joachim dikutip dari Reuters, Selasa (22/1/2013).
Joachim menulis buku tentang masa-masanya bekerja di Microsoft. Buku berjudul "Resolve and Fortitude: Microsoft's 'secret power broker' breaks his silence" itu akan segera diterbitkan.
Menurut Joachim, Ballmer secara sistematis sengaja mematikan potensi para eksekutif yang punya potensi untuk menggantikannya. Sehingga kekuasaanya sebagai CEO tetap langgeng dari tahun 2000.
Joachim mencontohkan kasus Richard Belluzo yang termasuk tokoh penting di balik konsol game Xbox. Dia sempat menjadi Chief Operating Officer, namun meninggalkan Microsoft tidak lama kemudian.
"Jika Anda bekerja langsung dengan Ballmer dan Ballmer yakin pria ini suatu hari akan menggantikannya, Anda seperti tidak bisa bernafas," katanya mengibaratkan.
Beberapa eksekutif penting yang dinilai sebagai pengganti potensial Ballmer memang pergi. Seperti Steven Sinofsky, bos Windows, yang lengser akhir tahun lalu.
Sebelumnya ada Windows Online Head, Kevin Johnson, yang memilih berlabuh ke Juniper Networks. Ada juga Stephen Elop yang kini memimpin Nokia.
Joachim menilai sudah saatnya Ballmer diganti oleh sosok yang lebih muda. Sebab Microsoft tertinggal di industri perangkat mobile.
"Mereka kehilangan semua kesempatan yang sebenarnya sudah dibicarakan saat saya masih di sana. Tablet, ponsel, tidak ada yang dieksekusi dengan tepat," katanya. Ingin tahu lebih jauh tentang Steve Ballmer?